Ketangguhan 'Ayam Jantan dari Timur'
Lawan: Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC
Pemimpin: Sultan Hasanuddin
Penyebab: Saat itu, ada dua kerajaan yang ada di Sulawesi yang sedang berselisih, yakni Kerjaan Gowa dan Kerajaan Bone.
Baca Juga: Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa pada VOC, dari Alasan hingga Langkah yang Diambil
Nah, kondisi ini dimanfaatkan oleh VOC dengan mengadu domba dua kerajaan itu. VOC membantu Kerajaan Bone sehingga mereka menang.
Hal itu membuat Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.
Perjanjian Bongaya ini merupakan perjanjian antara Sultan Hasanuddin dengan VOC yang memangkas kekuasaan Kerajaan Gowa.
Setelah perjanjian itu, maka tinggal kerajaan-kerajaan kecil saja yang sulit melakukan perlawanan terhadap VOC.
Serangan Mataram Terhadap VOC
Lokasi: Batavia atau Jakarta (sekarang)
Lawan: Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC
Pemimpin: Sultan Agung Hanyokrokusumo
- Tindakan monopoli perdagangan yang dilakukan VOC
- VOC sering menghalangi kapal-kapal Mataram yang akan berdagang ke Malaka
- VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram
Baca Juga: 5 Faktor Penyebab Kegagalan Perlawanan Mengusir Penjajah di Berbagai Daerah, Materi IPS
- Keberadaan VOC di Batavia memberi ancaman bagi masa depan Pulau Jawa.
Dilansir dari Kompas.com, Sultan Agung menyerang VOC sebanyak dua kali pada tahun 1628 dan tahun 1629.
Serangan pertama yang dilakukan oleh Mataram tidak membuahkan hasil, begitu pun juga dengan serangan kedua hingga Mataram jatuh ke tangan VOC.
Nah, itulah penjelasan tentang perlawanan terhadap persekutuan dagang. Semoga informasi ini bisa bermanfaat untuk teman-teman, ya.
Siapa itu Sultan Hairun?
Petunjuk: cek di halaman 1!
Lihat juga video ini, yuk!
Ingin tahu lebih banyak tentang pengetahuan seru lainnya, dongeng fantasi, cerita bergambar, cerita misteri, dan cerita lainnya? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.
Ikuti juga keseruan rangkaian acara ulang tahun Majalah Bobo yang ke-50 di majalah, website, dan media sosial Majalah Bobo, ya! #50TahunMajalahBobo2023
Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan
Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.
AIA Healthiest Schools Dukung Sekolah Jadi Lebih Sehat Melalui Media Pembelajaran dan Kompetisi
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Bobo.id - Pada materi Ilmu Pengetahuan Sosial kelas 8 SMP, kita akan belajar tentang perlawanan terhadap persekutuan dagang.
Persekutuan dagang yang berdiri di Indonesia datang dari berbagai negara, mulai dari Spanyol, Potugis, Belanda, hingga Inggris.
Beberapa persekutuan dagang itu memiliki kebijakannya masing-masing untuk menguasai daerah Indonesa.
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan itu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari sumber daya alam Indonesia.
Mengingat, Indonesia merupakan negara yang kaya akan rempah-rempah yang dibutuhkan oleh bangsa barat.
Namun, kebijakan itu justru menyengsarakan rakyat Indonesia hingga menimbulkan perlawanan di berbagai daerah.
Nah, berikut ini Bobo akan menjelaska tentang perlawanan terhadap persekutuan dagang. Simak informasi berikut ini, yuk!
Sultan Baabullah Mengusir Portugis
Lokasi: Ternate atau Maluku Utara (saat ini)
Pemimpin: Sultan Baabullah, memerintah pada tahun 1570-1583
Penyebab: Pembunuhan Sultan Hairun (ayah Sultan Baabullah) secara licik dan jahat oleh Portugis dalam sebuah perundingan perdamaian.
Baca Juga: 2 Alasan Kesultanan Demak Lakukan Serangan pada Portugis, Materi Sejarah
Pada tahun 1575, Portugis diketahui berhasil diusir dari Ternate. Kemudian, Portugis melarikan diri dan menetap di Ambon.
Pada tahun 1605, Portugis berhasil diusir oleh VOC dari Ambon yang kemudian menyingkir ke Timor Timur dan melakukan kolonialisasi di sana.
Lokasi: Aceh, Sumatra Utara
Pemimpin: Sultan Iskandar Muda, memimpin tahun 1607-1639
Penyebab: Belanda melanggar perjanjian Siak 1858 yang membuat Aceh menenggelamkan kapal-kapal Belanda di perairan Aceh.
Tetapi perlawanan Aceh belum berhasil mendapatkan kemenangan. Meskipun demikian Aceh masih tetap berdiri sebagai kerajaan yang merdeka.